Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang mampu serta
mendorong keberlanjutan pendidikan anak dari keluarga kurang mampu, pemerintah
memperluas cakupan pemberian bantuan tunai pendidikan melalui Program Indonesia
Pintar. Dengan cakupan yang lebih luas, Pemerintah berusaha menjangkau anak
putus sekolah dari keluarga kurang mampu agar mau kembali melanjutkan
pendidikannya.
“Program
Indonesia Pintar mencakup anak luar sekolah. Syaratnya, mereka harus mendaftar
ke sekolah baik formal maupun non-formal setelah mereka menerima KIP (Kartu
Indonesia Pintar),” kata Agus Sartono, Deputi Bidang Pendidikan dan Agama,
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)
pada acara Temu Media Sosialisasi Program Indonesia Pintar di Kantor Kemenko
PMK, 14 April 2015. Lembaga non-formal yang dimaksud meliputi, Paket Kelompok
Belajar (PKBM) A, B, atau C, lembaga pelatihan dan kursus yang terdaftar di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atau Kementerian Agama
(Kemenag), maupun di pondok pesantren.
Kamarudin
Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kemenag, menjelaskan lebih lanjut
bahwa Program ini tidak hanya menyasar siswa sekolah dan madrasah, tapi juga
akan diberikan kepada peserta didik yang terdaftar di pondok pesantren. “Para
santri yang mengikuti pendidikan mengaji di pondok pesantren, usia 16 hingga 21
tahun dan memenuhi kriteria, juga akan mendapatkan KIP, sehingga berhak
mendapatkan bantuan tunai pendidikan,” ujar Kamarudin.
Program
Indonesia Pintar merupakan bantuan tunai pendidikan yang ditujukan bagi anak
usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)
atau yang memenuhi kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sebagai penanda
kepesertaan program, Pemerintah melalui Kemendikbud dan Kemenag membagikan
Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada lebih dari 20,3 juta anak, termasuk anak
putus sekolah. “Dengan Program ini, Pemerintah berusaha menjangkau sekitar
empat juta anak putus sekolah dari keluarga kurang mampu, termasuk didalamnya
anak jalanan dan pekerja anak,” ujar Thamrin Kasman, Sekretaris Direktorat
Jenderal Pembinaan Sekolah Dasar, Kemdikbud.
Pemerintah
menetapkan tujuh prioritas bagi penerima Kartu Indonesia Pintar. Mereka yang
berhak adalah penerima BSM dari pemegang KPS yang telah ditetapkan oleh
Kemendikbud pada tahun 2014, anak usia sekolah dari keluarga pemegang KPS/KKS
yang belum ditetapkan sebagai penerima manfaat BSM. Selain itu, prioritas juga
diberikan kepada anak usia sekolah dari penerima PKH, mereka yang tinggal di panti
asuhan, santri pesantren yang menerima BSM Madrasah, yang terancam putus
sekolah karena kesusahan ekonomi, dan mereka yang putus sekolah.
Dalam
menentukan penerima KIP, pemerintah menggunakan data dari Basis Data Terpadu
(BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, yang telah
dilakukan perubahan hasil musdes dan muskel pada tahun 2013 dan 2014. “Di
samping itu juga ditambahkan data anak dari keluarga penerima PKH namun belum
terdaftar dalam BDT, santri di pondok pesantren serta peserta didik di sekolah
teologi (berbasis agama),” terang Sri Kusumastuti Rahayu, Kepala Pokja
Pengendali Klaster I (Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Bantuan dan
Perlindungan Sosial).
Kegiatan
Temu Media hari ini adalah bagian dari rangkaian kegiatan sosialisasi untuk
mendukung pelaksanaan Program Indonesia Pintar melalui pemberian KIP. Rangkaian
kegiatan sosialisasi yang difasilitasi oleh TNP2K ini terdiri dari kampanye
iklan radio di 3 radio berjaringan nasional yang menjangkau 114 kabupaten/kota,
temu media di 3 kota terpilih, distribusi poster di lokasi strategis dan
kunjungan langsung ke sekolah dan madrasah di 110 kabupaten/kota di Indonesia.
Selain itu, TNP2K juga memfasilitasi penyebaran informasi melalui pesan singkat
kepada para pelaksana program dan para keluarga penerima KPS/KKS.
0 Response to "Pemerintah Dorong Anak Putus Sekolah Lanjut Pendidikan Melalui Program Indonesia Pintar"
Post a Comment